Minggu, 15 Juni 2014

Tradisi Kapujanggan Jawa "R. Ng. Ranggawarsito"

TRADISI KAPUJANGGAN JAWA
“R. Ng. RANGGAWARSITA
(Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Budaya Jawa
yang Diampu Oleh Bp.Susiyanto, M.Ag.)
 









Disusun Oleh:
1.   M. Suwardi Abdullah      (133111378)
2.   Muhram Hasan Mahfud   (133111380)
3.   Noviana Ummi .I.                        (I33111395)
4.   Nur Ana Ariyanti                         (133111396)
5.   Nur Khasanah                  (133111402)
6.   Nurhayati                                     (133111404)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SURAKARTA
2013




KATA PENGANTAR


Rasa syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mengenai Tradisi Kapujanggan Jawa ini dengan lancar.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Jawa yang diampu oleh Bp.Susiyanto, M.Ag. Dalam makalah ini kami memberikan sedikit paparan mengenai biografi salah satu kapujanggan jawa beserta karya-karyanya.
Saya menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan serta kesalahan dalam makalah yang saya susun ini. Oleh karena itu, atas banyaknya kekurangan serta kesalahan dalam makalah ini, saya selaku penyusun mohon maaf dan mengharap untuk dijadikan maklum.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi saya selaku penyusun dan umumnya bagi yang berkenan membaca makalah ini sekalian. Terimakasih.


                                                                                    Surakarta, 12 Desember 2013           
                                                                                                Penyusun












DAFTAR ISI






BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Khazanah sastra tulis Nusantara di Indonesia sangat kaya dan meliputi karya-karya dalam berbagai bahasa. Salah satu dari sekian khazanah sastra Nusantara tersebut ditulis dalam bahasa Jawa. Pada abad ke-4 hingga ke-14 M, sastra Jawa Kuno berkembang pesat karena adanya beberapa kerajaan besar, seperti Kediri, Singasari, dan Majapahit yang berperan sebagai penyebar peradaban dan kebudayaan Hindu-Budha.
Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M, unsur-unsur budaya Islam mulai masuk dan berkembang di Jawa. Terbukti dengan adanya kitab-kitab primbon yang berisi kumpulan tentang agama, doa-doa, dan jampi-jampi. Pada zaman kerajaan Mataram, karya sastra Jawa semakin berkembang. Karya-karya sastra Jawa Kuno ditulis kembali ke dalam karya sastra Jawa yang baru. Usaha tersebut dipelopori oleh R. Ng. Yasadipura I, pujangga Keraton Surakarta dan diteruskan oleh R. Ng. Yasadipura II (R. T. Sastranagara). Selain itu, usaha pembangunan sastra ini juga meliputi pengembangan sastra yang berkaitan dengan ajaran agama dan kebudayaan Islam yang berkembang di Jawa.
Hubungan antara Islam dan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Pada satu sisi, Islam yang datang dan berkembang di Jawa dipengaruhi oleh kultur dan budaya Jawa. Sementara itu, pada sisi yang lain, budaya Jawa semakin diperkaya oleh khazanah Islam. Dengan demikian, perpaduan antara keduanya melahirkan ciri yang khas sebagai budaya yang sinkretis, yakni Islam Kejawen (agama Islam yang bercorak kejawaan).[1]
Salah satu contoh pengaruh ajaran Islam dalam budaya Jawa ini yaitu terdapat dalam karya-karya sastra kapujanggan Jawa. Pada makalah ini, kami akan membahas salah satu tokoh kapujanggan jawa dan karyanya, yaitu R. Ng. Ranggawarsita. R. Ng. Ranggawarsita adalah seorang pujangga keraton Surakarta, karya-karya R. Ng. Ranggawarsita sangat diwarnai oleh ajaran Islam.
Masyarakat Jawa tidak akan gampang melupakan sastrawan dan pujangga besar bernama R. Ng. Ronggowarsito. Tokoh yang hidup pada masa ke-emasan Keraton Surakarta tersebut adalah pujangga besar yang telah meninggalkan ‘warisan tak terharga’ berupa puluhan serat yang mempunyai nilai dan capaian estika menakjubkan. Ketekunannya pada sastra, budaya, teologi serta ditunjang bakat, mendudukkan ia sebagai pujangga terakhir Keraton Surakarta.[2]

B.   Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat kita ambil beberapa rumusan masalah mengenai pembahasan tentang R. Ng. Ranggawarsita, yaitu tentang :
1.     Biografi/riwayat perjalanan hidup R. Ng. Ranggawarsita,
2.     Apa saja karya-karya R. Ng. Ranggawarsita?,
3.     Apa saja pengaruh ajaran Islam dalam karya R. Ng. Ranggawarsita.

C.   Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam makalah ini diantarannya yaitu :
1.     Mengetahui biografi/ riwayat perjalanan hidup salah satu tokoh kapujanggan jawa (R. Ng. Ranggawarsita),
2.     Mengetahui karya-karya R. Ng. Ranggawarsita,
3.     Mengetahui pengaruh ajaran Islam terhadap karya R. Ng. Ranggawarsita,
4.     Menambah khazanah pengetahuan kita mengenai kapujanggan jawa dan karyanya.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Biografi R. Ng. Ranggawarsita

R. Ng. Ranggawarsito memiliki nama kecil Bagus burham, lahir pada haari Senin Legi, tanggal 10 Dzulkaidah tahun Jawa 1728, pukul 12.00 atau pada 15 Maret 1802 di kampung Yasadipura, Surakarta. R. Ng. Ranggawarsito adalah bangsawan keturunan Pajang, dengan silsilah sebagai berikut: P. Hadiwijiyo (Joko Tingkir), P. Benowo, putera Emas (Panembahan Radin), P. Haryo Wiromenggolo (Kajoran), P. Adipati Wiromenggolo (Cengkalsewu), P.A. Danupoyo, KRT Padmonegoro (Bupati Pekalongan), R. Ng. Yosodipuro (Pujangga Keraton Surakarta).[3] Jadi tidak mengherankan jika Bagus Burhan menjadi pujangga di kraton Surakarta. Dalam tubuhnya mengalir darah pujangga Jawa yang karya-karyanya banyak dikenal masyarakat.
Sejak kecil Bagus Burham diasuh oleh R.T. Sastranegara. Setelah berusia 4 tahun ia diserahkan kepada Ki Tanjujaya, yang merupakan orang kepercayaan dari Ki R.T. Sastranegara. Ki Tanjujaya memiliki sifat ramah, pandai bergaul, lucu, dan memiliki pengetahuan tentang makhluk halus. Ketika usia 12 tahun Bagus Burham dimasukkan ke pondok pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo pada tahun 1740 Jawa atau 1813 M disana ia belajar agama Islam pada Kanjeng Kyai Imam Besari.
Dalam perkembangannya Bagus Burham menunjukkan kelebihannya dibandingkan dengan santri-santri yang lain, ia dinilai sebagai murid yang cerdas selama belajar di pesantren Gebang Tinatar. Melihat perkembangan tersebut kemudian Kyai Imam Besari mengangkat Bagus Burham diangkat menjadi pengurus santri. Namun, menurut riwayat yang lain menyatakan Bagus Burham merupakan murid yang bodoh, tetapi pada akhirnya kebodohannya tersebut hilang setelah ia bertapa dengan merendam diri di sungai selama 40 hari, ketika bertapa ia beberapa hari hanya memakan pisang kluthuk . pada hari ke-40 ia mendapat petunjuk untuk memakan ikan yang sudah tersedia di piring yang biasa dipergunakan oleh Ki Tanujaya, setelah memakan ikan tersebut  Bagus Burham menjadi anak yang pandai, ia dapat mengaji dengan fasih membaca, menafsir dan memberi makna ayat-ayat Al-Qur’an.
Pada tahun 1815 M Bagus Burham diserahkan kepada Gusti Pangeran Harya Buminata oleh R.T. Sastranegara, di tempatnya yang baru Bagus Burham diberi pelajaran tentang ilmu Jaya Kawijayan, Kadigdayan, dan Kanuragan. Yaitu ilmu tentang kepandajan untuk menolak suatu perbuatan jahat atau membuat diri seseorang merniliki suatu kemampuan yang melebihi orang kebanyakan), kecerdas-an dan kemampuan jiwani.[4] Dalam Perkembangannya Bagus Burham kemudian diserahkan untuk mengabdi kepada Sunan Pakubuwono IV oleh Gusti Pangeran Harya Buminata. Di kraton itulah Bagus Burham menjadi abdi dalem. Kemudian Bagus Burham berganti nama menjadi Rangga Pujangga nom ketika menjabat abdi dalem carik kapatihan. Dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 174 Jawa atau 1821 M Bagus Burham menjadi Menteri Carik Kadipaten nom dengan gelar Mas Ngabehi Surakarta, setelah itu dia dinikahkan dengan Raden Ajeng Dombak anak Kanjeng Raden Adipati Cakra Ningrat.
Ketika usia 23 tahun Mas Ngabehi Surakarta sudah menampakkan bakatnya dalam menulis sastra Jawa. Berkat kepandaiannya itu Mas Ngabehi Surakarta memperoleh julukan Cangkok Kadipaten. Pada tahun 1757 Jawa Mas Ngabehi dinaikkan pengkatnya menjadi Panewu Carik Kadipaten Anom dengan nama Raden Ngabehi Ranggawarsita. Pada hari Kamis, 20 Ruwah 1773 Jawa ia diangkat menjadi Kaliwon Kadipaten Anom dan pujangga dalem Surakarta Adiningrat dengan nama dan sebutan tetap Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Sikap kritis  secara politis telah membawa R. Ng. Ranggawarsita pada konspirasi pembunuhan. Suripan Hadi Hutama (1979) menengarai bahwa kematian R. Ng. Ranggawarsita diakibatkan oleh pembunuhan. Demikianlah pada tanggal 5 Dzulkaidah 1802 Jawa atau 1873 M beliau meninggal dunia. Menurut pendapat G. J. W. Drewes sang pujangga mengalami tekanan batin pada hari tuanya ia kurang mendapat perhatian dari pihak istana.[5]

B.   Karya-Karya R. Ng. Ranggawarsita

Pembahasan dan pemikiran  R. Ng. Ranggawarsita, terpusat untuk merumuskan kembali pokok-pokok pemikiran yang terdapat dalam perbendaharaan perpustakaan jawa dan islam kejawen. Sehingga kaya-karya Ranggawarsita pada umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran jawa dengan agama islam.[6]
Salah satu karya yang terkenal dari R. Ng. Ronggowarsito tersebut adalah Serat Wirid Hidayat Jati. Karya sastra suluk pada Serat Hidayat Jati dan beberapa serat lain karya Ronggowarsito sebagai karya sastra Islam yang berwajah Jawa. Sumbernya sendiri, seperti ditulis R.Ng. Ronggowarsito berasal dari Al Qu'ran, hadist, Ijmak, dan Qiyas.[7]
Selain Serat Hidayat Jati, karya-karya R. Ng. Ranggawarsita sangat banyak. Ada yang ditulis sendiri ada yang di tulis bersama orang lain, ada yang telah disalin oleh orang lain, tetapi juga ada karya yang merupakam salinan dari tulisan (karya) orang lain.[8] Berikut ini adalah karya R. Ng. Ranggawarsita :
1.     Karya asli R. Ng. Ranggawarsito: Serat Hidayat Jati, Kalatida, Paramayoga, Sabdajati.
2.     Karya R. Ng. Ranggawarsita yang ditulis orang lain : Ajidarma, Ajidarma-ajinirmala, Ajipamasa, Budayana, Cakrawati, Jaka Lodang, Jayengbaya, Kalatida.
3.     Karya orang lain yang ditulis R. Ng. Ranggawarsita:  Bratayuda(aslinya karya Yosodipura I), Jayabaya(aslinya karya Yosodipura I), Panitisastra (aslinya karya Yosodipura I)
4.     Karya  Ranggawarsita besama orang lain : Kawi-Javaansche woordenboek,
besama C.F. Winter, Serat saloka akaliyan Paribasan (javaansche zaman spraken II), bersama C.F Winter Sr, Serat Saridin, bersama C.F Winter, Serat Sidin, bersama C.F. winter.

C.   Corak Keislaman dalam Beberapa Karya R.Ng. Ranggawarsita

            Ada dua hal pokok yang akan dibahas berkaitan dengan corak keislaman yang sangat menonjol di dalam beberapa karya R.Ng. Ranggawarsita.  Kedua hal itu adalah etika atau hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.
1.     Etika dalam Karya R.Ng. Ranggawarsita
Etika adalah norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia (dalam ajaran Islam disebut muamalah).
Dalam sistem nilai budaya jawa terdapat norma hidup yang terbagi dalam perilaku ala (buruk) dan becik (baik), asor (rendah) dan luhur (mulia), serta perilaku  yang tergolong nistha, madya, lan utama (buruk, sedang, dan utama). Masyarakat jawa diharapkan untuk selalu berperilaku baik atau luhur agar mampu mencapai derajat ‘luhuring budi’ atau budi luhur.[9] R. Ng. Rangawarsita dalam beberapa karyanya mengemukakan beberapa sikap yang dapat dilakukan seseorang untuk mencapai derajat tersebut, dan tentunya dalam karyanya tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam, diantaranya :
a.      Eling lan waspada
Pentingnya memiliki sikap eling lan waspada (selalu ingat dan waspada) dituangkan oleh R. Ng. Rangawarsita dalam Serat Kalatidha bait ke 7 :
Amenangi jaman edan (hidup di zaman gila)
ewuh aya ing pamikir (serba sulit dalam bertindak)
melu edan ora tahan (ikut gila tidak sampai hati)
yen tan melu anglakoni (kalau tidak ikut gila)
boya kaduman melik (tidak mendapat apapun juga)
kaliren wakasanipun (akhirnya dapat menderita kelaparan)
dilalah karsa allah (namun sudah menjadi takdir Tuhan)
begja-begjane kang lali (sebahagianya orang yang lupa)
luwih begja kang eling lawan waspada[10] (masih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada)[11]
(Kalatidha)
b.     Laku prihatin
Laku prihatin yaitu upaya menempa diri dengan mengurangi kenikmatan hidup lahiriah. Adapun laku prihatin yang perlu dilakukan seseorang adalah cegah dhahar lan guling (mencegah atau mengurangi makan dan tidur). Laku prihatin tersebut tidak hanya sebagai pengetahuan, melainkan juga dipraktikkan oleh R. Ng. Ranggawarsita. Ia dikenal sebagai sosok yang gemar melakukan tirakat dengan berpuasa, dan bertapa. Salah satu karya yang memuat laku prihatin yaitu terdapat dalam Serat Wedharaga bait 6 sebagai berikut :
Mangkono kang tinemu (begitulah langkah sebaiknya)
wiwit anom amendenga laku (sejak muda memusatkan pada laku)
ngungkuri mangan lan turu sawatawis (dengan mengurangi makan dan tidur)
amemekak hawa napsu (mengekang hawa napsu)
dhasarana andhap ashor (hendaklah didasari sikap rendah hati)
(Wedharaga)
Ajaran pengendalian diri ini sejalan dengan ajaran Islam terhadap larangan makan secara berlebihan dan mengurangi tidur. Bahkan, agama Islam akan mengangkat derajat orang yang berjaga di saat orang lain tidur.[12] Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
z`ƒÏ%©!$#ur šcqçGÎ6tƒ óOÎgÎn/tÏ9 #Y¤fß $VJ»uŠÏ%ur ÇÏÍÈ  
“dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al Furqon: 64)
c.      Andhap asor
R. Ng. Rangawarsita dalam beberapa karyanya mengungkapkan pentingnya etika rendah hati atau andhap asor. Contohnya dalam Serat Wedharaga, seorang yang memiliki perilaku andap asor diumpamakan sebagai seorang yang pandai, tetapi tidak menampakkan kepandaiannya.

Lamun sarwa putus (jika telah paham)
kapinteran simpenen ing pungkur (kepandaian simpanlah di belakang)
bodhonira katokna ing ngarsa yekti (kebodohan lihatkan di depan)
gampang traping tindak-tanduk (memudahkan cara bersikap)
amawas pambekaning wong … (memahami watak orang lain … )
akeh lumuh katokna balilu (banyak menahan diri dan lihatkan kebodohanmu)
marma tansah mintonaken kawruh pribadi (bahkan tidak menonjolkan kepandaian sendiri)
amrih denalena punjul (jangan sampai ingin dipuji sebagai orang yang pandai)
(Wedharaga)
Wejangan R. Ng. Rangawarsita tersebut berkorelasi dengan ajaran Islam. Anjuran untuk seseorang bersikap rendah hati atau lembah manah itu terdapat dalam Al-Qur’an :
ߊ$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# šúïÏ%©!$# tbqà±ôJtƒ n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sŒÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ šcqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ  
“dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Q.S. Al Furqon: 63)
d.     Tepa slira
Seseorang yang telah memiliki sikap andhap asor, berarti dia telah memiliki watak tepa slira. Orang yang memiliki watak tepa slira tidak akan melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan orang lain. Pentingnya sikap hidup tepa slira yang didasarkan pada norma unggah-ungguh itu dapat dilihat pada kutipan karya R. Ng. Rangawarsita :

            Marma utama tuhu (adapun sebenarnya perilaku utama)
            Yen bisa matrap unggah-ungguh (jika mampu melakukan tata karma)
Tanggaping reh ngarah-orah ngirih-irih (dalam melakukan perbuatan disertai)
Satiba telebing tandhuk (pertimbangan yang cermat kehati-hatian dalam semua perbuatan)
Tumindak lawan angawon (perbuatan berani mengalah)
(Serat Wedharaga)

e.      Menghindari sifat-sifas negatif
1)     Aji mumpung
Aji mumpung yaitu keinginan atau nafsu pribadi ketika memiliki kesempatan. Dalam penilaian Sang Pujangga, segala perbuatan seseorang yang mengikuti cara berfikir aji mumpung akan menimbulkan bahaya sosial atau memunculkan konflik sosial. Sikap mental itu bertentangan dengan norma sosial yang dijunjung oleh masyarakat Jawa, yakni perlunya urip tulung-tinulung atau hidup saling menolong. Norma sosial yang ditawarkan oleh R.Ng. Ranggawarsita itu dapat disimak dalam kutipan berikut.

Ngapa tyas rahayu (Capailah tekad selamat)
ngayomana sasameng tumuwuh (lindungilah sesama umat)
wahanane ngendhak angkara kalindhih (mengurangi atau mengalahkan dorongan angkara,)
ngendhangken pakarti dudu (membuang perilaku salah)
dinawa tibeng doh. (dijauhi sejauh-jauhnya)
beda kang ngaji mumpung (berbeda dengan orang yang aji mumpung)
nir waspada rubedane tutut (hilang kewaspadaannya selalu dibuntuti bahaya)
akikinthil tan anggap anggung tut wuri (bahaya itu selalu mengikutinya)
tyas riwut rawar dauru (hatinya selalu bimbang karena dikuasai oleh pkiran kotor)
korup sinerung ing goroh. (terseret oleh niat tidak jujur.)
ilang budayanipun (hilang budayanya)
tanpa bayu weyane ngalumpuk (tanpa memiliki kekuatan sehingga tertumpuk kelengahannya)
saciptaning wardaya ambebayani (semua perilakunya mengandung bahaya)
ubayane nara payu (ucapannya tidak berharga)
kari kataman pakewoh (akhirnya akan mendapati kesulitan.)
(serat sabdatama)

2)     Drengki, sak-serik ‘iri hati’, srei, dahwen, panesten, dan open
Demikian pula R.Ng. Ranggawarsita menyatakan perlunya seseorang memiliki ketahanan mental untuk menghindarkan diri dari perilaku negatif tersebut. Hal itu diungkapkannya dalam beberapa karyanya antara lain dalam serat Wedharaga, dan Serat Sapanalaya. Sikap mental yang mendorong munculnya tindakn drengki, sak-serik ‘iri hati’, srei, dahwen, panesten, dan open merupakan perilaku yang menjurus pada perpecahan sosial dan dinilai negatif.
Wejangan mental itu sejalan dengan keyakinan R. Ng. Ranggawarsita sebagai pemeluk Islam yang selalu berharap akan datangnya pertolongan Allah dan sapaat Rasulullah demi kebahagiaan hidup di dunia, terlebih lagi bagi kehidupannya di akhirat.
Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mana tidak terlepas dari kuatnya perintah Islam agar seseorang menghindarkan diri dari sikap mental negatif diatas. Terdapat banyak ayat dalam Al-Qur’an , misalnya surat Al- Falaq: 5 yang mengetengahkan doa seorang beriman agar dijauhkan dari kejahatan berupa kebiasaan mendengki orang lain :
`ÏBur Ìhx© >Å%tn #sŒÎ) y|¡ym ÇÎÈ  
“dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (Q.S. Al-falaq: 5)
f.      Jujur
Hal itu dapat dilihat pada beberapa karya Ranggawarsita yang menganjurkan seseorang berlaku jujur atau temen, ora goroh ‘tidak berdusta’, dan pernyataan yang senada dengan itu, seperti terdapat dalam Serat Werdharaga, Serat Wedhatama, Serat Sabdajati , Serat Kalatidha, Serat Sapanalaya, dan sebagainya. Selengkapnya, pentingnya  seseorang mengupayakan hidup dalam suasana pribadi yang jujur terlihat dalam kutipan berikut.

Kaping kalih paning tapa-tapa tuhu (Kedua sesungguhnya tapa yang semestinya)
luh iya tapaning budi (itu adalah tapa budi)
amung tapa temnipun (dan sesungguhnya tapa itu menghilangkan tindakan nista dan remeh)
nyepena nistha lan nisthip anyirnakna ati goroh (menghilangkan hati yang tidak jujur)
(Serat Sopanalaya)
Serta masih banyak lagi wejangan-wejangan/ nasihat sang pujangga yang menunjukkan adanya hubungan sastra jawa dengan kebudayaan Islam.
2.     Hubungan manusia dengan Tuhan
Di samping ajaran yang berkaitan dengan masalah etika atau hubungan antar manusia, ajaran yang berkaitan dengan tasawuf sebagai  upaya manusia untuk dekat atau bahkan menyatu dengan Tuhan (widhatul wujud atau manunggaling kawula-Gusti) sangat menonjol dalam beberapa karya R. Ng. Rangawarsita.
Seperti karya-karya tasawuf pada umumnya, ada beberapa konsepsi mistik yang terdapat dalam karya-karya R. Ng. Rangawarsita, yaitu konsepsi tentang manusia, konsepsi tentang Tuhan, konsepsi tentang kelepas-an, dan konsepsi tentang kelepasan.
a.      Konsepsi tentang manusia
Hal pertama tang berkaitan dengan ajaran tasawuf adalah konsepsi tentang manusia. Dalam paham ini manusia dipandang sebagai percikan atau tajalli ’penamapakan keluar’ dari Allah. Di dalam Wirid Maklumat Jati, hal itu disebutkan oleh Ranggawarsito sebagai berikut.
Munggah urip kita iku, tetelani menawi dadi tajalining Dzat Kang Amaha Suci Sajati, dene kayekten kang dadi tandhane kadunungan angen-angen ambabarake budidaya, ing kono ora bedo karo Kang Kawasa amedharake kudrat karo iradat.
           
Adapun hidup kita sesungguhnya menjadi tajali Zat Yang Maha Suci Sejati. Adapun kebenaran yang menjadi tandanya adalah manusia memiliki angan-angan membeberkan budidaya. Di situ tidak berbeda dengan Yang Kuasa membeberkan kodrat dan iradat-Nya.

Selanjutnya dinyatakan oleh Ranggawarsita bahwa kodrat dan iradat manusia merupakan kelanjutan dari kodrat dan iradat Tuhan. Sesuai dengan sifat Tuhan yang Maha Hidup (Khayat), hidup manusia pun yang mempunyai sifat, asma, dan af’al dapat dipilah menjadi tujuh tingkatan yang merupakan gambaran Zat, yaitu Khayu (hidup), Nur (cahaya), Sir (rahasia), Rokh (nyawa), Nafsu (angkara), Akal (budi), Jasad (badan).
b.     Konsepsi tentang Tuhan
Ketuhanan yang terdapat dalam karya-karya R. Ng. Rangawarsita bukanlah ke-Tuhanan sebagai pengetahuan atau ilmu, melainkan semata-mata sebagai “kepercayaan kepada Tuhan” (iman), sebuah kekuatan yang tiada taranya dan yang menjadi pusat segala kekuasaan. Adapun konsepsi tentang Tuhan menurut Ranggawarsita adalah seperti yang terlihat dalam wirid maklumat jati sebagai berikut :
Sadurunge ana apa-apa, kahananing alam kabir karo alam sahir saisen-isene durung pada dhumadi kabeh, kang ana dhihin dhewe amung Zat Kang Amaha Suci. Sajatining Zat Kang Amaha Suci iku asifat Esa, Dibasaake Zat mutlak kang kadim azali abadi, tegese asifat sawiji, kang amasthi dhihin dhewe nalika asih awing-uwung……..

Sebelum ada apa-apa, keadaan dalam besar dan alam zahir seisinya belum ada yang menjadi semua. Yang ada terlebih dahulu Hanyalah Zat Yang Maha Suci. Sesungguhnya Zat Yang Maha Suci itu bersifat Esa, yang di nyatakan sebagai zat mutlak yang awal abadi, yang bersifat tunggal yang berdiri ketika masih kosong…….

Di dalam karya-karya Ranggawarsita, simbol konsepsi Tuhan di sebut dengan nama atau istilah yang beragam, antara lain adalah Gusti, Hyang Agung, Hyang Maha Luhur, Hyang Maha Suci, Hyang Maha Mulya. Dalam ajaran tasawuf juga sering digunakan istilah Zat, Sifat, Asma, dan Af’al untuk menandai Tuhan. Contohnya dalam Wirid Maklumat Jati diterangkan sebagai berikut:
Ingsun sajatining Zat Kang Maha Suci, kang anglimputi ing sifatingsun, anartani ing Asmaningsun, amratandhani ing af’alingsun.

… Aku sesungguhnya Zat yang Maha Suci, Yang meliputi Sifat-Ku, menyertai Asma-Ku, dan menandai Af’al-Ku.
Secara singkat dapat diterangkan pengertian Zat, Sifat, Asma, dan Af’al sebagai berikut :
1)     Zat, dapat ditafsikan sebagai Zat Tuhan yang hakikatnya tidak bisa dikenal karena tiak kelihatan, tetapi keberadaannya meliputi segala yang ada. Oleh karena itu, Zat Tuhan sering dikatakan tan kena kinaya ngapa atau la yu kayafu, artinya Tuhan tidak dapat digambarkan sebagai apa dan tidak dapat dikatakan bagaimana keadaan-Nya.
2)     Sifat, dalam karya-karya ranggawarsita dikatakan bahwa Tuhan memiliki berbagai sifat, misalnya khayu (hidup), Zat Kang Elok, Zat Kang Wasesa, dan Zat Kang Sampurna.
3)     Asma, dapat ditafsirkan sebagai nama Tuhan. Penamaan tersebut selain berasal dari Tuhan sendiri (terangkum didalam asmaul husna), juga berasal dari manusia yang menanamkan pribadi-Nya. Dan penanaman dari manusia yang merupakan simbol konsepsi tentang Tuhan, dituangkan oleh Ranggawarsita dengan berbagai sebutan, misalnya: pangeran, hyang widhi, gusti, dan sebainya.
4)     Af’al, merupakan kerja atau perbuatan Tuhan. Dalam bekerja Tuhan tidak membutuhkan bantuan sebab kekuasaan Tuhan bersifat Mutlak.
c.      Konsepsi tentang jalan kelepasan
Jalan untuk mencapai kelepasan disebut sebagai jalan kelepasan (mencapai Tuhan). Jalan kelepasan inilah yang dikenal dengan istilah suluk. Ada empat jalan atau tingakatan untuk menuju kepada Tuhan menurut Ranggawarsita, yaitu, syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Seperti dalam Serat Saloka Jiwa sebagai berikut :
Nguni witing kitab Kuran, (Konon kitab Alquran)
asaling agama suci, (merupakan sumber agama suci)
linuri prapteng samangkya, (terpelihara hingga sekarang)
nayakeng ngrat jeng ginelar, (pemimpin dunia yang terbentang)
pangidhepan sakalir, (junjungan semua (manusia))
tarlen Kanjeng Nabi Rasul, (tidak lain adalah Kanjeng Nabi Rasul)
tarsaning kawruh sarak, (rahasianya ilmu sara’)
sarengat tarekat tuwin, (yaitu syariat tarikat serta)
hakekat lan makripat kedah sampurna (hakikat dan makrifat harus sempurna)
(Serat Saloka Jiwa)
Selain dalam serat Saloka Jiwa, konsepsi tentang jalan kelepasan ini juga terdapat dalam Serat Hidayat Jati. Serat Hidayat Jati bertitik tolak dari agama Islam, dan dalam ajaran agama Islam mempunyai empat tingkatan yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat seperti tersebut di atas.[13]
Secara singkat dapat diterangkan mengenai keempat tingkatan tersebut, yakni :
1)     Syariat berarti aturan, yaitu aturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan kepada Rasul-Nya. Tataran syariat ini dinyatakan Ranggawarsita dalam Wirid Maklumat Jati tentang rukun iman, dan juga rukun islam.
2)     Tarikat atau  tarekat  yang berarti cara , metode, atau sistem merupakan tingkatan yang sudah mulai masuk ke kebatinan.
3)     Hakikat yang berarti kebenaran atau kesejatian merupakan tingkatan yang sudah menuju kepada hasil usaha, yaitu mengenal Tuhan.
4)     Makrifat yang berarti pengertian atau pengetahuan, merupakan tingkatan tertinggi karena orang yang telah berada pada tingkat inilah (makrifatullah) dapat dikatakan telah manunggaling kawula gusti
d.     Konsepsi tentang kelepasan        
Sebagai puncak dari pengalaman mistik yang diharapkan oleh para sufi adalah dapat langsung berhubungan dengan Tuhan, yang dalam istilah kejawen disebut manunggaling kawula gusti. R. Ng. Rangawarsita berpaham demikian, konsep manunggaling kawula gusti menurut Ranggawarsita adalah dengan tajjali. Manusia, demikian Ranggawarsita menyatakan secara implisit, tidak akan dapat manunggal dengan Tuhan jika di dalam hatinya masih dipengaruhi oleh nafsunya.[14]

D.    Karya Terakhir R. Ng. Ranggawarsita

Seperti telah diketahui di atas, dalam uraian singkat biografi R. Ng. Ranggawarsita wafat secara misterius. R. Ng. Ranggawarsita wafat secara misterius pada tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini menimbulkan dugaan jika R. Ng. Ranggawarsita meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan hari kematiannya.[15]
Berikut ini adalah kutipan dari serat sabdajati yang merupakan karya terakhir sang pujangga sebelum ia wafat :
“Hamung kurang wolung ari kang kadulu, tamating pati patitis”
(hanya kurang delapan hari lagi sudah terlihat akan datangnya maut)
Pada pupuh yang lain tertulis:
Amerangi ri buda pon (pada hari rabu pon)
Tanggal kaping lima antarane luhur (tanggal 5 sekitar waktu lohor)
Selane tahun jimakir (bulan Sela (dzulkaidah) tahun Jimakir)
Toluhu marhajeng janggur (wuku delapan)
Sengara winduning pati (dan windunya sengasara)[16]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan


Dari sedikit uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa R. Ng. Ranggawarsita adalah salah satu kapujanggan jawa yang karya-karyanya sangat kental dengan ajaran Islam. Nama kecil pujangga ini adalah Bagus Burham, ia lahir pada tanggal 15 Maret 1802 di kampung Yasadipura, Surakarta.
Corak keIslaman dalam karya Ranggawarsita yang terlihat sangat menonjol dalam bidang etika atau hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. Contoh etika dalam karya Ranggawarsita yaitu meliputi ajaran untuk berbuat rendah hati, eling lan waspada, tepa slira, jujur, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan, terdapat beberapa konsepsi mistik yang terdapat dalam karya-karya R. Ng. Rangawarsita yaitu konsepsi tentang manusia, konsepsi tentang Tuhan, konsepsi tentang kelepas-an, dan konsepsi tentang kelepasan.
Dilihat dari karya-karya yang dihasilkan R. Ng. Rangawarsita jelaslah bahwa karya-karya beliau banyak mendapat pengaruh Islam. Karya-karya R. Ng. Rangawarsita memuat penjabaran nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini terjadi karena karya-karya tersebut tidak terlepas dari pengalaman hidup sang pujangga yang pernah menjadi seorang santri di pondok pesantren Kyai Imam Besari di Jawa Timur.



                                                            DAFTAR PUSTAKA


Adiluhur, Taufik. 2012. “Ronggowarsito “Ulama Islam Bernafaskan Jawa”” (online).
Any, Andjar. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?. Semarang: Penerbit
Aneka Ilmu.      
                      . 1990. Rahasia Ramalan Jayabaya Ronggawarsita dan Sabdo Palon. Semarang:
Penerbit Aneka Ilmu.
Anonym. “Pujangga Ronggowarsito”, (online). (http://karatonsurakarta.com/ronggowarsito. 
html,  diakses tanggal 19 Desember 2013.)
. 2011. “Zaman Edan dan Misteri Kematian”, (online). (http://www.seputarklaten.com/2011/10/zaman-edan-dan-misteri-kematian.html, diakses
tanggal 23 Desember 2013.)                         
Yasasusastra, J. Syahban. 2008. Ranggawarsita Menjawab Takdir. Yogyakarta: Imperium.
Prabowo, Dhanu Priyo, dkk. 2003. Pengaruh Islam Dalam Karya-karya R.Ng. Ranggawarsita.
Yogyakarta: Penerbit NASARI Yogyakarta.      
SA, Mulyadi. “Mengenal Ronggowarsito: Peramal Legendaris Indonesia” (online)
Simuh. 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. Jakarta: UI-Press.



[1] Dhanu Priyo Prabowo, Pengaruh Islam dalam Karya-karya R.Ng. Ranggawarsita (Yogyakarta:   penerbit NASARI Yogyakarta, 2003), hlm.9
[5]Ibid,. hlm. 37-52
[6] Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta:UI-Pres, 1988), hlm 40 
[8] Andjar Any, Raden Ngabehi Ranggawarsita Apa yang Terjadi?, (semarang: Aneka Ilmu, 1980), hlm.149-150
[9] Ibid,. Hlm.62-63
[10] http://www.macapat.web.id/?pilih=lyrics&mod=yes&action=detail&id=5
[11] Anjar, Any, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabda Palon, (Semarang: Aneka Ilmu, 1990), hlm.26-29
[12]Ibid,. hlm.65

[14] Ibid,. Hlm.135
[16] Anjar, Any, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabda Palon, (Semarang: Aneka Ilmu, 1990), hlm.14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar