TRADISI
KAPUJANGGAN JAWA
“R.
Ng. RANGGAWARSITA”
(Makalah
Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Budaya Jawa
yang
Diampu Oleh Bp.Susiyanto,
M.Ag.)
Disusun Oleh:
1. M.
Suwardi Abdullah (133111378)
2.
Muhram Hasan
Mahfud (133111380)
3. Noviana
Ummi .I. (I33111395)
4. Nur
Ana Ariyanti (133111396)
5. Nur
Khasanah (133111402)
6. Nurhayati
(133111404)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Rasa syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat serta hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah mengenai Tradisi Kapujanggan Jawa ini dengan lancar.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Islam
dan Budaya Jawa yang diampu oleh Bp.Susiyanto, M.Ag. Dalam makalah ini kami
memberikan sedikit paparan mengenai biografi salah satu kapujanggan jawa
beserta karya-karyanya.
Saya
menyadari masih terdapat banyak sekali kekurangan serta kesalahan dalam makalah
yang saya
susun ini. Oleh karena itu, atas banyaknya kekurangan serta kesalahan dalam
makalah ini, saya
selaku penyusun mohon maaf dan mengharap untuk dijadikan maklum.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi saya
selaku penyusun dan umumnya bagi yang berkenan membaca makalah ini sekalian.
Terimakasih.
Surakarta, 12 Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Khazanah sastra tulis Nusantara di Indonesia sangat kaya dan
meliputi karya-karya dalam berbagai bahasa. Salah satu dari sekian khazanah
sastra Nusantara tersebut ditulis dalam bahasa Jawa. Pada abad ke-4 hingga
ke-14 M, sastra Jawa Kuno berkembang pesat karena adanya beberapa kerajaan
besar, seperti Kediri, Singasari, dan Majapahit yang berperan sebagai penyebar
peradaban dan kebudayaan Hindu-Budha.
Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit pada tahun 1478 M,
unsur-unsur budaya Islam mulai masuk dan berkembang di Jawa. Terbukti dengan
adanya kitab-kitab primbon yang berisi kumpulan tentang agama, doa-doa, dan
jampi-jampi. Pada zaman kerajaan Mataram, karya sastra Jawa semakin berkembang.
Karya-karya sastra Jawa Kuno ditulis kembali ke dalam karya sastra Jawa yang
baru. Usaha tersebut dipelopori oleh R. Ng. Yasadipura I, pujangga Keraton
Surakarta dan diteruskan oleh R. Ng. Yasadipura II (R. T. Sastranagara). Selain
itu, usaha pembangunan sastra ini juga meliputi pengembangan sastra yang
berkaitan dengan ajaran agama dan kebudayaan Islam yang berkembang di Jawa.
Hubungan antara Islam dan budaya Jawa dapat dikatakan sebagai dua
sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Pada satu sisi, Islam yang datang dan
berkembang di Jawa dipengaruhi oleh kultur dan budaya Jawa. Sementara itu, pada
sisi yang lain, budaya Jawa semakin diperkaya oleh khazanah Islam. Dengan
demikian, perpaduan antara keduanya melahirkan ciri yang khas sebagai budaya
yang sinkretis, yakni Islam Kejawen (agama Islam yang bercorak kejawaan).[1]
Salah satu contoh pengaruh ajaran Islam dalam budaya Jawa ini yaitu
terdapat dalam karya-karya sastra kapujanggan Jawa. Pada makalah ini, kami akan
membahas salah satu tokoh kapujanggan jawa dan karyanya, yaitu R. Ng.
Ranggawarsita. R. Ng. Ranggawarsita adalah seorang pujangga keraton Surakarta,
karya-karya R. Ng. Ranggawarsita sangat diwarnai oleh ajaran Islam.
Masyarakat Jawa tidak akan gampang melupakan sastrawan dan pujangga
besar bernama R. Ng.
Ronggowarsito. Tokoh yang
hidup pada masa ke-emasan Keraton Surakarta tersebut adalah pujangga besar yang
telah meninggalkan ‘warisan tak terharga’ berupa puluhan serat yang mempunyai nilai dan capaian
estika menakjubkan. Ketekunannya pada sastra, budaya, teologi serta ditunjang
bakat, mendudukkan ia sebagai pujangga terakhir Keraton Surakarta.[2]
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas,
dapat kita ambil beberapa rumusan masalah mengenai pembahasan tentang R. Ng.
Ranggawarsita, yaitu tentang :
1.
Biografi/riwayat
perjalanan hidup R. Ng. Ranggawarsita,
2.
Apa
saja karya-karya R. Ng. Ranggawarsita?,
3.
Apa
saja pengaruh ajaran Islam dalam karya R. Ng. Ranggawarsita.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini diantarannya yaitu :
1.
Mengetahui
biografi/ riwayat perjalanan hidup salah satu tokoh kapujanggan jawa (R. Ng.
Ranggawarsita),
2.
Mengetahui
karya-karya R. Ng. Ranggawarsita,
3.
Mengetahui
pengaruh ajaran Islam terhadap karya R. Ng. Ranggawarsita,
4.
Menambah
khazanah pengetahuan kita mengenai kapujanggan jawa dan karyanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi R. Ng. Ranggawarsita
R. Ng. Ranggawarsito memiliki nama
kecil Bagus burham, lahir pada haari Senin Legi, tanggal 10 Dzulkaidah tahun
Jawa 1728, pukul 12.00 atau pada 15 Maret 1802 di kampung Yasadipura,
Surakarta. R. Ng. Ranggawarsito adalah bangsawan keturunan Pajang, dengan
silsilah sebagai berikut: P. Hadiwijiyo (Joko Tingkir), P. Benowo, putera Emas
(Panembahan Radin), P. Haryo Wiromenggolo (Kajoran), P. Adipati Wiromenggolo
(Cengkalsewu), P.A. Danupoyo, KRT Padmonegoro (Bupati Pekalongan), R. Ng.
Yosodipuro (Pujangga Keraton Surakarta).[3] Jadi
tidak mengherankan jika Bagus Burhan menjadi pujangga di kraton Surakarta.
Dalam tubuhnya mengalir darah pujangga Jawa yang karya-karyanya banyak dikenal
masyarakat.
Sejak kecil Bagus Burham diasuh oleh
R.T. Sastranegara. Setelah berusia 4 tahun ia diserahkan kepada Ki Tanjujaya,
yang merupakan orang kepercayaan dari Ki R.T. Sastranegara. Ki Tanjujaya
memiliki sifat ramah, pandai bergaul, lucu, dan memiliki pengetahuan tentang
makhluk halus. Ketika usia 12 tahun Bagus Burham dimasukkan ke pondok pesantren
Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo pada tahun 1740 Jawa atau 1813 M disana ia
belajar agama Islam pada Kanjeng Kyai Imam Besari.
Dalam perkembangannya Bagus Burham
menunjukkan kelebihannya dibandingkan dengan santri-santri yang lain, ia
dinilai sebagai murid yang cerdas selama belajar di pesantren Gebang Tinatar.
Melihat perkembangan tersebut kemudian Kyai Imam Besari mengangkat Bagus Burham
diangkat menjadi pengurus santri. Namun, menurut riwayat yang lain menyatakan
Bagus Burham merupakan murid yang bodoh, tetapi pada akhirnya kebodohannya
tersebut hilang setelah ia bertapa dengan merendam diri di sungai selama 40
hari, ketika bertapa ia beberapa hari hanya memakan pisang kluthuk . pada hari
ke-40 ia mendapat petunjuk untuk memakan ikan yang sudah tersedia di piring
yang biasa dipergunakan oleh Ki Tanujaya, setelah memakan ikan tersebut Bagus Burham menjadi anak yang pandai, ia
dapat mengaji dengan fasih membaca, menafsir dan memberi makna ayat-ayat
Al-Qur’an.
Pada tahun 1815 M Bagus Burham
diserahkan kepada Gusti Pangeran Harya Buminata oleh R.T. Sastranegara, di
tempatnya yang baru Bagus Burham diberi pelajaran tentang ilmu Jaya Kawijayan, Kadigdayan, dan Kanuragan.
Yaitu ilmu tentang kepandajan untuk menolak suatu perbuatan jahat atau membuat
diri seseorang merniliki suatu kemampuan yang melebihi orang kebanyakan),
kecerdas-an dan kemampuan jiwani.[4]
Dalam Perkembangannya Bagus Burham kemudian diserahkan untuk mengabdi kepada
Sunan Pakubuwono IV oleh Gusti Pangeran Harya Buminata. Di kraton itulah Bagus
Burham menjadi abdi dalem. Kemudian
Bagus Burham berganti nama menjadi Rangga Pujangga nom ketika menjabat abdi
dalem carik kapatihan. Dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 174 Jawa atau
1821 M Bagus Burham menjadi Menteri Carik Kadipaten nom dengan gelar Mas
Ngabehi Surakarta, setelah itu dia dinikahkan dengan Raden Ajeng Dombak anak
Kanjeng Raden Adipati Cakra Ningrat.
Ketika usia 23 tahun Mas Ngabehi
Surakarta sudah menampakkan bakatnya dalam menulis sastra Jawa. Berkat
kepandaiannya itu Mas Ngabehi Surakarta memperoleh julukan Cangkok Kadipaten.
Pada tahun 1757 Jawa Mas Ngabehi dinaikkan pengkatnya menjadi Panewu Carik
Kadipaten Anom dengan nama Raden Ngabehi Ranggawarsita. Pada hari Kamis, 20
Ruwah 1773 Jawa ia diangkat menjadi Kaliwon Kadipaten Anom dan pujangga dalem
Surakarta Adiningrat dengan nama dan sebutan tetap Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Sikap kritis secara politis telah membawa R. Ng.
Ranggawarsita pada konspirasi pembunuhan. Suripan Hadi Hutama (1979) menengarai
bahwa kematian R. Ng. Ranggawarsita diakibatkan oleh pembunuhan. Demikianlah
pada tanggal 5 Dzulkaidah 1802 Jawa atau 1873 M beliau meninggal dunia. Menurut
pendapat G. J. W. Drewes sang pujangga mengalami tekanan batin pada hari tuanya
ia kurang mendapat perhatian dari pihak istana.[5]
B.
Karya-Karya R. Ng. Ranggawarsita
Pembahasan dan pemikiran R.
Ng. Ranggawarsita, terpusat untuk merumuskan kembali pokok-pokok pemikiran yang
terdapat dalam perbendaharaan perpustakaan jawa dan islam kejawen. Sehingga kaya-karya
Ranggawarsita pada umumnya mencerminkan perpaduan antara alam pikiran jawa
dengan agama islam.[6]
Salah satu karya yang terkenal dari R.
Ng. Ronggowarsito tersebut adalah Serat Wirid Hidayat Jati. Karya sastra suluk
pada Serat Hidayat Jati dan beberapa serat lain karya Ronggowarsito sebagai
karya sastra Islam yang berwajah Jawa. Sumbernya sendiri, seperti ditulis R.Ng.
Ronggowarsito berasal dari Al Qu'ran, hadist, Ijmak, dan Qiyas.[7]
Selain Serat Hidayat Jati, karya-karya R. Ng. Ranggawarsita sangat
banyak. Ada yang ditulis sendiri ada yang di tulis bersama orang lain, ada yang
telah disalin oleh orang lain, tetapi juga ada karya yang merupakam salinan
dari tulisan (karya) orang lain.[8] Berikut
ini adalah karya R. Ng. Ranggawarsita :
1.
Karya
asli R. Ng. Ranggawarsito: Serat Hidayat Jati, Kalatida, Paramayoga, Sabdajati.
2.
Karya
R. Ng. Ranggawarsita yang ditulis orang lain : Ajidarma, Ajidarma-ajinirmala,
Ajipamasa, Budayana, Cakrawati, Jaka Lodang, Jayengbaya, Kalatida.
3.
Karya
orang lain yang ditulis R. Ng. Ranggawarsita: Bratayuda(aslinya karya Yosodipura I),
Jayabaya(aslinya karya Yosodipura I), Panitisastra (aslinya karya Yosodipura I)
4.
Karya Ranggawarsita besama orang lain :
Kawi-Javaansche woordenboek,
besama C.F.
Winter, Serat saloka akaliyan Paribasan (javaansche zaman spraken II), bersama
C.F Winter Sr, Serat Saridin, bersama C.F Winter, Serat Sidin, bersama C.F.
winter.
C.
Corak Keislaman dalam Beberapa Karya R.Ng. Ranggawarsita
Ada dua hal pokok yang akan dibahas
berkaitan dengan corak keislaman yang sangat menonjol di dalam beberapa karya
R.Ng. Ranggawarsita. Kedua hal itu
adalah etika atau hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.
1.
Etika
dalam Karya R.Ng. Ranggawarsita
Etika
adalah norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia (dalam ajaran Islam
disebut muamalah).
Dalam
sistem nilai budaya jawa terdapat norma hidup yang terbagi dalam perilaku ala
(buruk) dan becik (baik), asor (rendah) dan luhur (mulia),
serta perilaku yang tergolong nistha,
madya, lan utama (buruk, sedang, dan utama). Masyarakat jawa diharapkan
untuk selalu berperilaku baik atau luhur agar mampu mencapai derajat ‘luhuring
budi’ atau budi luhur.[9] R.
Ng. Rangawarsita dalam beberapa karyanya mengemukakan beberapa sikap yang dapat
dilakukan seseorang untuk mencapai derajat tersebut, dan tentunya dalam
karyanya tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam, diantaranya :
a.
Eling
lan waspada
Pentingnya memiliki sikap eling lan
waspada (selalu ingat dan waspada) dituangkan oleh R. Ng. Rangawarsita dalam Serat
Kalatidha bait ke 7 :
Amenangi jaman edan (hidup di zaman gila)
ewuh aya ing pamikir (serba sulit dalam bertindak)
melu edan ora tahan (ikut gila tidak sampai hati)
yen tan melu anglakoni (kalau tidak ikut gila)
boya kaduman melik (tidak mendapat apapun juga)
kaliren wakasanipun (akhirnya dapat menderita kelaparan)
dilalah karsa allah (namun sudah menjadi takdir Tuhan)
begja-begjane kang lali (sebahagianya orang yang lupa)
(Kalatidha)
b.
Laku
prihatin
Laku
prihatin yaitu upaya menempa diri dengan mengurangi kenikmatan hidup lahiriah. Adapun
laku prihatin yang perlu dilakukan seseorang adalah cegah dhahar lan guling (mencegah
atau mengurangi makan dan tidur). Laku prihatin tersebut tidak hanya sebagai
pengetahuan, melainkan juga dipraktikkan oleh R. Ng. Ranggawarsita. Ia dikenal
sebagai sosok yang gemar melakukan tirakat dengan berpuasa, dan bertapa. Salah
satu karya yang memuat laku prihatin yaitu terdapat dalam Serat Wedharaga bait
6 sebagai berikut :
Mangkono
kang tinemu (begitulah
langkah sebaiknya)
wiwit
anom amendenga laku (sejak muda
memusatkan pada laku)
ngungkuri
mangan lan turu sawatawis (dengan
mengurangi makan dan tidur)
amemekak
hawa napsu (mengekang hawa
napsu)
dhasarana
andhap ashor (hendaklah
didasari sikap rendah hati)
(Wedharaga)
Ajaran pengendalian diri ini sejalan
dengan ajaran Islam terhadap larangan makan secara berlebihan dan mengurangi
tidur. Bahkan, agama Islam akan mengangkat derajat orang yang berjaga di saat
orang lain tidur.[12]
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
z`Ï%©!$#ur cqçGÎ6t óOÎgÎn/tÏ9 #Y¤fß $VJ»uÏ%ur ÇÏÍÈ
“dan orang yang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.”
(QS. Al Furqon: 64)
c.
Andhap
asor
R.
Ng. Rangawarsita dalam beberapa karyanya mengungkapkan pentingnya etika rendah
hati atau andhap asor. Contohnya dalam Serat Wedharaga, seorang yang
memiliki perilaku andap asor diumpamakan sebagai seorang yang pandai, tetapi
tidak menampakkan kepandaiannya.
Lamun sarwa putus (jika
telah paham)
kapinteran simpenen ing pungkur (kepandaian
simpanlah di belakang)
bodhonira katokna ing ngarsa yekti (kebodohan lihatkan di depan)
gampang traping tindak-tanduk (memudahkan
cara bersikap)
amawas
pambekaning wong … (memahami watak
orang lain … )
akeh lumuh katokna balilu (banyak
menahan diri dan lihatkan kebodohanmu)
marma
tansah mintonaken kawruh pribadi (bahkan
tidak menonjolkan kepandaian sendiri)
amrih
denalena punjul (jangan sampai ingin
dipuji sebagai orang yang pandai)
(Wedharaga)
Wejangan R. Ng. Rangawarsita
tersebut berkorelasi dengan ajaran Islam. Anjuran untuk seseorang bersikap
rendah hati atau lembah manah itu terdapat dalam Al-Qur’an :
ß$t7Ïãur Ç`»uH÷q§9$# úïÏ%©!$# tbqà±ôJt n?tã ÇÚöF{$# $ZRöqyd #sÎ)ur ãNßgt6sÛ%s{ cqè=Îg»yfø9$# (#qä9$s% $VJ»n=y ÇÏÌÈ
“dan hamba-hamba Tuhan
yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Q.S. Al Furqon: 63)
d. Tepa
slira
Seseorang yang telah memiliki sikap andhap asor, berarti dia telah
memiliki watak tepa slira. Orang yang memiliki watak tepa slira tidak akan
melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan orang lain. Pentingnya sikap
hidup tepa slira yang didasarkan pada norma unggah-ungguh itu dapat
dilihat pada kutipan karya R. Ng.
Rangawarsita :
Marma utama tuhu (adapun
sebenarnya perilaku utama)
Yen bisa matrap
unggah-ungguh (jika
mampu melakukan tata karma)
Tanggaping reh ngarah-orah ngirih-irih (dalam melakukan perbuatan disertai)
Satiba telebing tandhuk (pertimbangan yang cermat kehati-hatian dalam semua perbuatan)
Tumindak lawan angawon (perbuatan berani mengalah)
(Serat Wedharaga)
e. Menghindari
sifat-sifas negatif
1) Aji mumpung
Aji
mumpung yaitu keinginan atau nafsu pribadi ketika memiliki kesempatan. Dalam penilaian Sang Pujangga, segala perbuatan seseorang yang mengikuti
cara berfikir aji mumpung akan menimbulkan bahaya sosial atau memunculkan
konflik sosial. Sikap mental itu bertentangan dengan norma sosial yang
dijunjung oleh masyarakat Jawa, yakni perlunya urip tulung-tinulung atau hidup saling
menolong. Norma sosial yang ditawarkan oleh R.Ng. Ranggawarsita itu dapat
disimak dalam kutipan berikut.
Ngapa tyas rahayu (Capailah tekad selamat)
ngayomana sasameng tumuwuh (lindungilah
sesama umat)
wahanane ngendhak angkara kalindhih (mengurangi atau
mengalahkan dorongan angkara,)
ngendhangken pakarti dudu (membuang
perilaku salah)
dinawa tibeng doh. (dijauhi
sejauh-jauhnya)
beda kang ngaji mumpung (berbeda dengan
orang yang aji mumpung)
nir waspada rubedane tutut (hilang
kewaspadaannya selalu dibuntuti bahaya)
akikinthil tan anggap anggung tut wuri (bahaya itu
selalu mengikutinya)
tyas riwut rawar dauru (hatinya selalu
bimbang karena dikuasai oleh pkiran kotor)
korup sinerung ing goroh. (terseret oleh
niat tidak jujur.)
ilang budayanipun (hilang budayanya)
tanpa bayu weyane ngalumpuk (tanpa memiliki
kekuatan sehingga tertumpuk kelengahannya)
saciptaning wardaya ambebayani (semua perilakunya
mengandung bahaya)
ubayane nara payu (ucapannya tidak berharga)
kari kataman pakewoh (akhirnya akan
mendapati kesulitan.)
(serat
sabdatama)
2) Drengki, sak-serik ‘iri hati’, srei, dahwen, panesten,
dan open
Demikian pula
R.Ng. Ranggawarsita menyatakan perlunya seseorang memiliki ketahanan mental
untuk menghindarkan diri dari perilaku negatif tersebut. Hal itu diungkapkannya
dalam beberapa karyanya antara lain dalam serat Wedharaga, dan Serat Sapanalaya.
Sikap mental yang mendorong munculnya tindakn drengki, sak-serik ‘iri hati’,
srei, dahwen, panesten, dan open merupakan perilaku yang menjurus pada
perpecahan sosial dan dinilai negatif.
Wejangan mental
itu sejalan dengan keyakinan R. Ng. Ranggawarsita sebagai pemeluk Islam yang
selalu berharap akan datangnya pertolongan Allah dan sapaat Rasulullah demi
kebahagiaan hidup di dunia, terlebih lagi bagi kehidupannya di akhirat.
Hal ini sejalan
dengan ajaran Islam yang mana tidak terlepas dari kuatnya perintah Islam agar
seseorang menghindarkan diri dari sikap mental negatif diatas. Terdapat banyak
ayat dalam Al-Qur’an , misalnya surat Al- Falaq: 5 yang mengetengahkan doa
seorang beriman agar dijauhkan dari kejahatan berupa kebiasaan mendengki orang
lain :
`ÏBur Ìhx© >Å%tn #sÎ) y|¡ym ÇÎÈ
“dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki." (Q.S. Al-falaq: 5)
f. Jujur
Hal itu dapat
dilihat pada beberapa karya Ranggawarsita yang menganjurkan seseorang berlaku
jujur atau temen, ora goroh ‘tidak berdusta’, dan pernyataan yang senada dengan
itu, seperti terdapat dalam Serat Werdharaga, Serat Wedhatama, Serat
Sabdajati , Serat Kalatidha, Serat Sapanalaya, dan sebagainya.
Selengkapnya, pentingnya seseorang
mengupayakan hidup dalam suasana pribadi yang jujur terlihat dalam kutipan
berikut.
Kaping kalih paning tapa-tapa tuhu (Kedua
sesungguhnya tapa yang semestinya)
luh iya tapaning budi (itu adalah tapa
budi)
amung tapa temnipun (dan
sesungguhnya tapa itu menghilangkan tindakan nista dan remeh)
nyepena nistha lan nisthip anyirnakna ati
goroh (menghilangkan
hati yang tidak jujur)
(Serat Sopanalaya)
Serta
masih banyak lagi wejangan-wejangan/ nasihat sang pujangga yang menunjukkan
adanya hubungan sastra jawa dengan kebudayaan Islam.
2. Hubungan
manusia dengan Tuhan
Di samping ajaran yang berkaitan dengan masalah etika atau hubungan
antar manusia, ajaran yang berkaitan dengan tasawuf sebagai upaya manusia untuk dekat atau bahkan menyatu
dengan Tuhan (widhatul wujud atau manunggaling kawula-Gusti)
sangat menonjol dalam beberapa karya R.
Ng. Rangawarsita.
Seperti
karya-karya tasawuf pada umumnya, ada beberapa konsepsi mistik yang terdapat dalam
karya-karya R. Ng. Rangawarsita, yaitu konsepsi tentang manusia, konsepsi
tentang Tuhan, konsepsi tentang kelepas-an, dan konsepsi tentang kelepasan.
a.
Konsepsi
tentang manusia
Hal
pertama tang berkaitan dengan ajaran tasawuf adalah konsepsi tentang manusia.
Dalam paham ini manusia dipandang sebagai percikan atau tajalli
’penamapakan keluar’ dari Allah. Di dalam Wirid Maklumat Jati, hal itu
disebutkan oleh Ranggawarsito sebagai berikut.
Munggah
urip kita iku, tetelani menawi dadi tajalining Dzat Kang Amaha Suci Sajati,
dene kayekten kang dadi tandhane kadunungan angen-angen ambabarake budidaya,
ing kono ora bedo karo Kang Kawasa amedharake kudrat karo iradat.
Adapun hidup
kita sesungguhnya menjadi tajali Zat Yang Maha Suci Sejati. Adapun kebenaran
yang menjadi tandanya adalah manusia memiliki angan-angan membeberkan budidaya.
Di situ tidak berbeda dengan Yang Kuasa membeberkan kodrat dan iradat-Nya.
Selanjutnya
dinyatakan oleh Ranggawarsita bahwa kodrat dan iradat manusia merupakan
kelanjutan dari kodrat dan iradat Tuhan. Sesuai dengan sifat Tuhan yang Maha
Hidup (Khayat), hidup manusia pun yang mempunyai sifat, asma, dan af’al
dapat dipilah menjadi tujuh tingkatan yang merupakan gambaran Zat, yaitu Khayu
(hidup), Nur (cahaya), Sir (rahasia), Rokh (nyawa), Nafsu
(angkara), Akal (budi), Jasad (badan).
b.
Konsepsi
tentang Tuhan
Ketuhanan
yang terdapat dalam karya-karya R. Ng. Rangawarsita bukanlah ke-Tuhanan sebagai
pengetahuan atau ilmu, melainkan semata-mata sebagai “kepercayaan kepada Tuhan”
(iman), sebuah kekuatan yang tiada taranya dan yang menjadi pusat segala
kekuasaan. Adapun konsepsi tentang Tuhan menurut Ranggawarsita adalah seperti
yang terlihat dalam wirid maklumat jati sebagai berikut :
Sadurunge
ana apa-apa, kahananing alam kabir karo alam sahir saisen-isene durung pada
dhumadi kabeh, kang ana dhihin dhewe amung Zat Kang Amaha Suci. Sajatining Zat
Kang Amaha Suci iku asifat Esa, Dibasaake Zat mutlak kang kadim azali abadi,
tegese asifat sawiji, kang amasthi dhihin dhewe nalika asih awing-uwung……..
Sebelum ada
apa-apa, keadaan dalam besar dan alam zahir seisinya belum ada yang menjadi
semua. Yang ada terlebih dahulu Hanyalah Zat Yang Maha Suci. Sesungguhnya Zat
Yang Maha Suci itu bersifat Esa, yang di nyatakan sebagai zat mutlak yang awal
abadi, yang bersifat tunggal yang berdiri ketika masih kosong…….
Di
dalam karya-karya Ranggawarsita, simbol konsepsi Tuhan di sebut dengan nama
atau istilah yang beragam, antara lain adalah Gusti, Hyang Agung, Hyang Maha
Luhur, Hyang Maha Suci, Hyang Maha Mulya. Dalam ajaran tasawuf juga sering
digunakan istilah Zat, Sifat, Asma, dan Af’al untuk menandai
Tuhan. Contohnya dalam Wirid Maklumat Jati diterangkan sebagai berikut:
… Ingsun
sajatining Zat Kang Maha Suci, kang anglimputi ing sifatingsun, anartani ing
Asmaningsun, amratandhani ing af’alingsun.
… Aku
sesungguhnya Zat yang Maha Suci, Yang meliputi Sifat-Ku, menyertai Asma-Ku, dan
menandai Af’al-Ku.
Secara
singkat dapat diterangkan pengertian Zat, Sifat, Asma, dan Af’al sebagai
berikut :
1)
Zat, dapat ditafsikan sebagai Zat Tuhan yang hakikatnya tidak bisa
dikenal karena tiak kelihatan, tetapi keberadaannya meliputi segala yang ada.
Oleh karena itu, Zat Tuhan sering dikatakan tan kena kinaya ngapa atau
la yu kayafu, artinya Tuhan tidak dapat digambarkan sebagai apa dan tidak
dapat dikatakan bagaimana keadaan-Nya.
2)
Sifat, dalam karya-karya ranggawarsita dikatakan bahwa Tuhan memiliki
berbagai sifat, misalnya khayu (hidup), Zat Kang Elok, Zat Kang Wasesa,
dan Zat Kang Sampurna.
3)
Asma, dapat ditafsirkan sebagai nama Tuhan. Penamaan tersebut selain
berasal dari Tuhan sendiri (terangkum didalam asmaul husna), juga berasal dari
manusia yang menanamkan pribadi-Nya. Dan penanaman dari manusia yang merupakan
simbol konsepsi tentang Tuhan, dituangkan oleh Ranggawarsita dengan berbagai
sebutan, misalnya: pangeran, hyang widhi, gusti, dan sebainya.
4)
Af’al, merupakan kerja atau perbuatan Tuhan. Dalam bekerja Tuhan tidak
membutuhkan bantuan sebab kekuasaan Tuhan bersifat Mutlak.
c.
Konsepsi
tentang jalan kelepasan
Jalan untuk mencapai kelepasan
disebut sebagai jalan kelepasan (mencapai Tuhan). Jalan kelepasan inilah yang
dikenal dengan istilah suluk. Ada empat jalan atau tingakatan untuk menuju
kepada Tuhan menurut Ranggawarsita, yaitu, syariat, tarikat, hakikat, dan
makrifat. Seperti dalam Serat Saloka Jiwa sebagai berikut :
Nguni witing kitab Kuran, (Konon kitab Alquran)
asaling agama suci, (merupakan sumber agama suci)
linuri prapteng samangkya, (terpelihara hingga sekarang)
nayakeng ngrat jeng ginelar, (pemimpin dunia yang terbentang)
pangidhepan sakalir, (junjungan semua (manusia))
tarlen Kanjeng Nabi Rasul, (tidak lain adalah Kanjeng Nabi Rasul)
tarsaning kawruh sarak, (rahasianya ilmu sara’)
sarengat tarekat tuwin, (yaitu syariat tarikat serta)
hakekat lan makripat kedah sampurna (hakikat dan makrifat harus sempurna)
(Serat Saloka Jiwa)
Selain
dalam serat Saloka Jiwa, konsepsi tentang jalan kelepasan ini juga terdapat dalam Serat Hidayat Jati. Serat Hidayat Jati bertitik tolak
dari agama Islam, dan dalam ajaran agama Islam mempunyai empat tingkatan yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat seperti tersebut di atas.[13]
Secara singkat dapat diterangkan
mengenai keempat tingkatan tersebut, yakni :
1)
Syariat berarti
aturan, yaitu aturan yang sudah ditetapkan oleh Tuhan kepada Rasul-Nya. Tataran
syariat ini dinyatakan Ranggawarsita dalam Wirid Maklumat Jati tentang
rukun iman, dan juga rukun islam.
2)
Tarikat atau tarekat yang berarti cara , metode,
atau sistem merupakan tingkatan yang sudah mulai masuk ke kebatinan.
3)
Hakikat yang berarti
kebenaran atau kesejatian merupakan tingkatan yang sudah menuju kepada hasil
usaha, yaitu mengenal Tuhan.
4)
Makrifat yang berarti
pengertian atau pengetahuan, merupakan tingkatan tertinggi karena orang yang
telah berada pada tingkat inilah (makrifatullah) dapat dikatakan telah manunggaling
kawula gusti.
d.
Konsepsi
tentang kelepasan
Sebagai
puncak dari pengalaman mistik yang diharapkan oleh para sufi adalah dapat
langsung berhubungan dengan Tuhan, yang dalam istilah kejawen disebut manunggaling
kawula gusti. R. Ng. Rangawarsita berpaham demikian, konsep manunggaling
kawula gusti menurut Ranggawarsita adalah dengan tajjali. Manusia,
demikian Ranggawarsita menyatakan secara implisit, tidak akan dapat manunggal
dengan Tuhan jika di dalam hatinya masih dipengaruhi oleh nafsunya.[14]
D. Karya Terakhir R. Ng.
Ranggawarsita
Seperti telah diketahui di atas, dalam
uraian singkat biografi R. Ng. Ranggawarsita wafat secara misterius. R. Ng.
Ranggawarsita wafat secara
misterius pada tanggal 24 Desember 1873. Anehnya, tanggal kematian tersebut justru terdapat dalam karya
terakhirnya, yaitu Serat Sabdajati yang ia tulis sendiri. Hal ini
menimbulkan dugaan jika R. Ng. Ranggawarsita
meninggal karena dihukum mati, sehingga ia bisa mengetahui dengan persis kapan
hari kematiannya.[15]
Berikut ini adalah kutipan dari serat
sabdajati yang merupakan karya terakhir sang pujangga sebelum ia wafat :
“Hamung kurang wolung ari kang kadulu,
tamating pati patitis”
(hanya kurang delapan hari lagi sudah
terlihat akan datangnya maut)
Pada pupuh yang lain tertulis:
Amerangi ri buda pon (pada hari rabu pon)
Tanggal kaping lima antarane luhur (tanggal 5 sekitar waktu lohor)
Selane tahun jimakir (bulan Sela (dzulkaidah) tahun Jimakir)
Toluhu marhajeng janggur (wuku delapan)
Sengara winduning pati (dan windunya sengasara)[16]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari sedikit uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa R. Ng.
Ranggawarsita adalah salah satu kapujanggan jawa yang karya-karyanya sangat
kental dengan ajaran Islam. Nama kecil pujangga ini adalah Bagus Burham, ia
lahir pada tanggal 15 Maret 1802 di kampung Yasadipura, Surakarta.
Corak keIslaman dalam karya
Ranggawarsita yang terlihat sangat menonjol dalam bidang etika atau hubungan
antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. Contoh etika dalam karya
Ranggawarsita yaitu meliputi ajaran untuk berbuat rendah hati, eling lan
waspada, tepa slira, jujur, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam hubungan antara
manusia dengan Tuhan, terdapat beberapa konsepsi mistik yang terdapat dalam
karya-karya R. Ng. Rangawarsita yaitu konsepsi tentang manusia, konsepsi
tentang Tuhan, konsepsi tentang kelepas-an, dan konsepsi tentang kelepasan.
Dilihat dari karya-karya yang
dihasilkan R. Ng. Rangawarsita jelaslah bahwa karya-karya beliau banyak
mendapat pengaruh Islam. Karya-karya R. Ng. Rangawarsita memuat penjabaran
nilai-nilai ajaran Islam. Hal ini terjadi karena karya-karya tersebut tidak
terlepas dari pengalaman hidup sang pujangga yang pernah menjadi seorang santri
di pondok pesantren Kyai Imam Besari di Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Adiluhur, Taufik. 2012.
“Ronggowarsito “Ulama Islam Bernafaskan Jawa”” (online).
(http://towek.mywapblog.com/ronggowarsito-ulama-islam-bernafaskan-ja.xhtml, diakses tanggal 30 Desember 2013).
Any, Andjar.
1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?. Semarang: Penerbit
Aneka Ilmu.
Penerbit Aneka Ilmu.
Anonym.
“Pujangga Ronggowarsito”, (online). (http://karatonsurakarta.com/ronggowarsito.
tanggal 23 Desember 2013.)
Yasasusastra,
J. Syahban. 2008. Ranggawarsita Menjawab Takdir. Yogyakarta: Imperium.
Prabowo, Dhanu
Priyo, dkk. 2003. Pengaruh Islam Dalam Karya-karya R.Ng. Ranggawarsita.
Yogyakarta: Penerbit NASARI Yogyakarta.
SA, Mulyadi.
“Mengenal Ronggowarsito: Peramal Legendaris Indonesia” (online)
(http://www.indospiritual.com/artikel_mengenal-ronggowarsito-peramal-legendaris-indonesia.html#.UsER0iebbH0, diakses tanggal 30 Desember 2013).
Simuh. 1988. Mistik
Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. Jakarta: UI-Press.
[1]
Dhanu Priyo Prabowo, Pengaruh Islam dalam Karya-karya R.Ng. Ranggawarsita (Yogyakarta:
penerbit
NASARI Yogyakarta, 2003), hlm.9
[8]
Andjar Any, Raden Ngabehi Ranggawarsita Apa yang Terjadi?, (semarang:
Aneka Ilmu, 1980), hlm.149-150
[9] Ibid,.
Hlm.62-63
[11]
Anjar, Any, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabda Palon, (Semarang:
Aneka Ilmu, 1990), hlm.26-29
[16] Anjar,
Any, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabda Palon, (Semarang:
Aneka Ilmu, 1990), hlm.14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar