Rabu, 29 Oktober 2014

Kemukjizatan Al-Qur'an



                                                                             BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW. Mukjizat Al-Qur’an ini berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada nabi-nabi sebelumnya. Mukjizat nabi terdahulu bersifat inderawi, contoh mukjizat nabi Musa berupa tongkat. Maka Al-Qur’an adalah mukjizat yang bersifat rohani dan aqli. Allah telah mengistimewakan Al-Qur’an sebagai mukjizat “akal” yang abadi sepanjang masa, agar dapat dilihat oleh orang-orang yang mempunyai pandangan hati, sehingga mereka dapat mengambil cahaya dan petunjuk darinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mukjizat
Kata “mukjizat” diambil dari kata kerja “a-‘jaza-i ‘jaz” yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu.[1] Mukjizat berasal dari bahasa Arab i’jaz yang berarti menganggap lemah kepada orang lain. Dinamakan mukjizat karena manusia semuanya lemah untuk mendatangkan serupa itu, yang sebenarnya perkara itu adalah luar biasa. Dengan demikian, secara etimologis (bahasa), mukjizat berarti melemahkan.[2]
Sedangkan secara terminologi (istilah), mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya sebagai tanda bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan.[3]
B.     Unsur-unsur yang Menyertai Mukjizat
Adapun unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah:
1.      Hal atau peristiwa yang luar biasa,
2.      Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengakui nabi,
3.      Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian,
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.[4]
C.     Macam-macam Mukjizat
Mukjizat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Mukjizat hissi, adalah mukjizat yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya oleh panca indera. Mukjizat ini sengaja ditunjukkan kepada manusia biasa, yakni mereka yang tidak biasa menggunakan kecerdasan fikirannya, yang tidak cakap pandangan mata hatinya dan yang rendah budi dan perasaannya.
2.      Mukjizat ma’nawi, adalah mukjizat yang tidak dapat dicapai dengan kekuatan panca indera, tetapi harus dicapai dengan kekuatan aqli atau dengan kecerdasan pikiran.[5]
D.    Tahapan Tantangan Al-Qur’an
1.      Tantangan Umum
Tantangan ini ditujukan kepada semua makhluk. Seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Isra’ ayat 88 yang artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."
2.      Tantangan khusus
Tantangan khusus ini ditujukan kepada orang Arab, khususnya kepada orang kafir Quraisy. Tantangan khusus ini ada dua yaitu:
a.       Tantangan Kulli (keseluruhan), yaitu tantangan dengan seluruh Al-Qur’an meliputi hukum, keindahan, atau keterangannya. Ini terdapat dalam surah Ath-Thur ayat 34. Dalam ayat ini orang-orang kafir diperintah untuk menciptakan satu bacaan yang bisa menandingi Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
b.      Tantangan Juz’i (sebagian), yaitu tantangan seperti mendatangkan satu surat saja yang menyerupai surat-surat Al-Qur’an, sekalipun surat terpendek seperti surat Al-Kautsar.[6]
Dalam hal ini, Rasulullah SAW telah meminta kepada orang Arab menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan, yaitu: menantang kepada mereka untuk membuat seperti Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 88. Kedua, Nabi menantang mereka membuat sepuluh surat saja dari Al-Qur’an, seperti dalam QS. Hud ayat 13. Dan yang ketiga, Nabi menantang mereka membuat sebuah surat saja, dijelaskan dalam QS. Yunus ayat 38.[7]
E.     Cara Memahami Mukjizatan
Kei’jazan al-Qur’an dapat dilihat atau dipahami dari penuturnya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an dibawa oleh Nabi yang ummi, tidak tahu baca tulis, tidak pernah belajar di madrasah atau menggali ilmu pada salah satu perguruan tinggi. Dia tidak pernah bertemu dengan seorangpun dari ulama Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang memungkinkan bisa menelaah mengenai kabar para nabi yang telah lampau.
Al-Qur’an turun diantara orang-orang Arab yang mahir dalam berbahasa dan membuat syair. Akan tetapi, setelah ditantang oleh Rasulullah untuk menandingi Qur’an, mereka tidak mampu melakukan hal itu. Meskipun hanya membuat satu ayat saja yang serupa dengan al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an memang benar-benar wahyu Allah yang disampaikan kepada seorang Nabi Muhammad yang sebelumnya tidak tahu baca tulis dan tidak pernah belajar. Akan tetapi beliau mampu memikat hati orang-orang dengan al-Qur’an.
F.      Tujuan Adanya Mukjizat
Maksud dari kemukjizatan Al-Qur’an bukan untuk semata-mata melemahkan manusia atau menyadarkan mereka atas kelemahannya untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an. Akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah:
1.      Menjelaskan kebenaran al-Qur’an,
2.      Memperlihatkan kebenaran kerasulan,
3.      Memperlihatakan fungsi kenabian,
4.      Menunjukkan kekeliruan orang-orang yang menantangnya,
5.      Menetapkan bahwa mukjizat itu adalah wahyu dari Allah SWT.[8]
G.    Segi Kemukjizatan Al-Qur’an
1.      Susunan yang indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa orang-orang Arab.
Dalam kitab Shahih Muslim diceritakan bahwa Anis al-Ghifari, saudara Abu Dzar, datang kepada Abu Dzar dan berkata: “Aku melihat seorang lelaki di Mekkah meremehkan agamamu. Dia menyatakan bahwa Allah telah mengutusnya.” Katanya: “Apa kata orang?” Dia menjawab: “Mereka bilang dia seorang penyair, tukang sihir, dan tenung.” Anis adalah seorang ahli syair. Kemudian Anis berkata: “Sunggguh aku telah mendengar kata penyihir, namun ucapannya bukanlah seperti ucapan mereka (penyihir), juga aku bandingkan ucapannya itu dengan ucapan syair, namun tidak satupun bahasa mereka yang mampu menandinginya. Demi Tuhan, sebenarnya mereka itu bohong. Sedangkan dia adalah benar.”[9]
2.      Adanya uslub yang unik, berbeda dengan semua uslub yang ada dalam bahasa Arab.
Al-Qur’an memiliki uslub tersendiri, karena tidak dibuat manusia. Kalau saja ia merupakan buatan manusia, tentu akan serupa dengan uslub-uslub bangsa Arab. Sebagaimana telah difirmankan Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 82, yang artinya: “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Dalam al-Qur’an, contohnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah dan mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Salah satu contohnya adalah QS. Al-Qoriah ayat 5 yang artinya: dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.[10]
3.      Sifat agung yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan hal yang seperti itu.
Diriwayatkan bahwa Ibnul Muqaffa’, seorang katib yang masyhur berniat ingin menandingi al-Qur’an. Kemudian dia mendengar anak kecil membaca firman Allah, surah Hud ayat 44 yang artinya: “dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan[11] dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi,[12] dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim’ ."
Maka dia segera memecahkan pena dan merobek kertas yang telah disiapkannya untuk membuat al-Qur’an tandingan, sambil ia berkata: “Demi Allah, ini di luar jangkauan kemampuan manusia untuk menandinginya”. Demikianlah, seorang sastrawan besar gagal untuk membuat sebagian surah saja karena dia merasakan betapa hebat al-Qur’an.[13]
4.      Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap undang-undang buatan manusia.
Al-Qur’an mengetengahkan pokok-pokok akidah, hukum-hukum ibadah, dasar-dasar keutamaan dan etika, system ekonomi, politik, serta sosial kemasyarakatan.
Contohnya, jika kita memandang luas pada pokok-pokok ibadah yang diwajibkan, maka akan kita dapatkan bahwa Islam telah memperluas dan menjadikannya bermacam-macam dalam beberapa bagian yang berbeda-beda. Di antaranya ada ibadah maliyah (zakat, sedekah), ibadah badaniyah (shalat, puasa), ada juga ibadah maliyah sekaligus ibadah badaniyah seperti jihad fisabilillah.[14]
5.      Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
Hal ini merupakan bukti bahwa al-Qur’an bukanlah kalam manusia, tetapi kalam Dzat yang mengetahui perkara ghaib, yang tidak ada sesuatu yang samar bagi-Nya.
Di antara kabar ghaib itu adalah bahwa al-Qur’an mengabarkan akan terjadinya perang antara Rum dan Persi. Kekalahan di pihak Persi dan kemenangan di pihak Rum setelah mereka pecah dalam peperangan terdahulu. Ini dijelaskan dalam surah Ar-Ruum ayat 1-5.[15]
6.      Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
Al- Qur’an samasekali tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan baru yang didasarkan penelitian ilmiah. Ini telah di isyaratkan dalam QS. Fushshilat ayat 53.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa al-Qur’an tidak bertentangan dengan ilmu-ilmu pengetahuan umum yaitu mengenai khasiat madu. Dari hasil penelitian laboratorium di Amerika Serikat, dalam 100 gr madu terkandung zat glukosa 34%, fruktosa 1,9%, sukrosa 40%. Zat gula glukosa dan fruktosa ini langsung diserap usus tanpa proses lagi. Teori modern mengenai madu ini sesuai dengan ayat al-Qur’an surah An-Nahl ayat 69.[16]
7.      Menepati janji dan ancaman yang dikabarkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an selalu menepati janji dalam setiap apa yang telah dikabarkannya serta dalam setiap janji Allah SWT kepada para hamba-Nya. Janji tersebut ada dua macam, yaitu janji mutlak dan janji muqayyad.
Janji mutlak, seperti janji Allah hendak menolong Rasul-Nya serta mengusir orang-orang yang telah mengusir Rasulullah SAW dari kampung halamannya atau bahkan menolong kaum mukminin dalam mengalahkan orang-orang kafir. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Fath ayat 1-3.[17]
Adapun janji muqayyad adalah janji yang masih disertai syarat. Seperti syarat takwa, sabar, tolong menolong, dan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Muhammad ayat 7, yang artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”[18]
8.      Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Sesungguhnya al-Qur’an telah datang dengan membawa berbagai ilmu pengetahuan serta ajaran-ajaran yang komplek. Baik dalam soal akidah, ibadah maupun perundang-undangan. Disamping itu, al-Qur’an juga membicarakan tentang pendidikan, pengajaran, politik, ekonomi, filsafat dan ilmu kemasyarakatan.[19]
9.      Memenuhi segala kebutuhan manusia.
Al-Qur’an datang dengan membawa petunjuk-petunjuk yang amat luas dan sempurna sesuai dengan kebutuhan manusia di segala tempat dan zaman. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam segala aspek kehidupan manusia.[20]
10.  Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuh.[21]
Pengaruh al-Qur’an sangat mendalam dan menggetarkan hati para pengikut sekaligus penentangnya. Sampai-sampai orang-orang musyrik suka keluar di tengah malam untuk bisa mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang sedang dibaca oleh kaum muslimin.
Bahkan diantara mereka saling mengingatkan agar jangan mendengarkan ayat-ayat yang dibaca oleh Rasulullah, supaya tidak terpesona dan tidak beriman kepadanya. Seperti telah difirmankan Allah dalam QS. Fushshilat ayat 26 yang artinya: “dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.”[22]
H.    Hikmah Mempelajari Mukjizat Al-Qur’an
1.      Menambah keimanan
Dengan mempelajari kemukjizatan al-Qur’an, kita akan menjadi semakin yakin terhadap kebenaran al-Qur’an yang dibawa dan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Meyakini bahwa al-Qur’an adalah wahyu illahi yang disampaikan melalui rasul-Nya.
2.      Menambah khazanah wawasan keislaman
Mempelajari al-Qur’an membuka wawasan keIslaman kita. Contohnya, kita dapat mengetahui sejarah orang-orang terdahulu, seperti kisah Umar bin Khatab yang masuk Islam karena mendengar bacaan ayat al-Qur’an.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:
Kemukjizatan Al-Qur’an adalah suatu tanda kebesaran Allah yang ditunjukkan kepada manusia. Bukan untuk menganggap manusia lemah, akan tetapi untuk menyadarkan kepada mereka bahwa meraka tidak akan dapat mendatangkan yang semisal dengan Al-Qur’an.
Ada lima unsur yang menyertai mukjizat. Tahapan tantangan Al-Qur’an ada dua, yaitu tantangan umum dan tantangan khusus. Tujuan kemukjizatan yang sebenarnya adalah untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang membawanya.
Segi kemukjizatan al-qur’an dapat dilihat dari beberapa segi. Hikmah mempelajari kemukjizatan al-Qur’an adalah untuk menambah keimanan serta wawasan keIslaman kita.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-Qur’an (cet 1). Bandung: Pustaka Setia.
Ash-Shabuni, M. Ali. 2011. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis (cet.1), terje-
mah M. Qodirun Nur. Jakarta: Pustaka Amani.
            Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2013. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
(cet 3). Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Husin, Al-Munawar Said Agil. 2003.  Al-Qur’an Membangun Tradisi Ke-
salehan Hakiki (cet.3). Jakarta: Ciputat Press.
Supiana. 2002. Ulumul Qur’an (cet 1). Bandung: Pustaka Islamika.







[1]Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, cet 1, (Bandung; Pustaka Setia, 2008), hlm. 184.
[2]Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, cet.3 (Jakarta; Ciputat Press, 2003), hlm. 30.
[3] Ibid.
[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, hlm. 185-186.
[5] Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, hlm. 32.
[6] M. Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, cet.1, terjemah M. Qodirun Nur (Jakarta; Pustaka Amani, 2011), hlm. 141-142.
[7] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, cet 3, (Semarang; Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 294.
[8] M. Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 138-139.
[9] Ibid., hlm. 160-161.
[10] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, hlm. 194.
[11] Yakni: Allah telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.
[12] Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia.
[13] M. Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 177-178.
[14] Ibid., hlm. 184.
[15] Ibid., hlm. 189.
[16] Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, hlm. 45.
[17] M. Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 210
[18] Ibid., hlm. 213
[19] Ibid., hlm. 217.
[20] Ibid., hlm. 225
[21] Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,hlm. 32.
[22] M. Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 226

[23] Supiana, Ulumul Qur’an, cet 1 (Bandung; Pustaka Islamika, 2002), hlm.225
[24] Dipahami dari ayat ini bahwa manusia banyak pula mengambil pelajaran dari alam dan jangan segan-segan mengambil pelajaran dari yang lebih rendah tingkatan pengetahuannya.