BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah yang diturunkan sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW. Mukjizat
Al-Qur’an ini berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah kepada
nabi-nabi sebelumnya. Mukjizat nabi terdahulu bersifat inderawi, contoh
mukjizat nabi Musa berupa tongkat. Maka Al-Qur’an adalah mukjizat yang bersifat
rohani dan aqli. Allah telah mengistimewakan Al-Qur’an sebagai mukjizat
“akal” yang abadi sepanjang masa, agar dapat dilihat oleh orang-orang yang
mempunyai pandangan hati, sehingga mereka dapat mengambil cahaya dan petunjuk
darinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mukjizat
Kata “mukjizat”
diambil dari kata kerja “a-‘jaza-i ‘jaz” yang berarti “melemahkan atau
menjadikan tidak mampu.[1] Mukjizat
berasal dari bahasa Arab i’jaz yang berarti menganggap lemah kepada
orang lain. Dinamakan mukjizat karena manusia semuanya lemah untuk mendatangkan
serupa itu, yang sebenarnya perkara itu adalah luar biasa. Dengan demikian, secara
etimologis (bahasa), mukjizat berarti melemahkan.[2]
Sedangkan
secara terminologi (istilah), mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang
diperlihatkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya sebagai tanda bukti atas
kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan.[3]
B.
Unsur-unsur
yang Menyertai Mukjizat
Adapun unsur-unsur
yang terdapat pada mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab,
adalah:
1.
Hal
atau peristiwa yang luar biasa,
2.
Terjadi
atau dipaparkan oleh seorang yang mengakui nabi,
3.
Mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian,
4.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.[4]
C.
Macam-macam
Mukjizat
Mukjizat dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1.
Mukjizat
hissi, adalah mukjizat yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya
oleh panca indera. Mukjizat ini sengaja ditunjukkan kepada manusia biasa, yakni
mereka yang tidak biasa menggunakan kecerdasan fikirannya, yang tidak cakap
pandangan mata hatinya dan yang rendah budi dan perasaannya.
2.
Mukjizat
ma’nawi, adalah mukjizat yang tidak dapat dicapai dengan kekuatan panca
indera, tetapi harus dicapai dengan kekuatan aqli atau dengan kecerdasan
pikiran.[5]
D.
Tahapan
Tantangan Al-Qur’an
1.
Tantangan
Umum
Tantangan ini ditujukan kepada semua makhluk. Seperti yang
dijelaskan dalam surat Al-Isra’ ayat 88 yang artinya: “Katakanlah:
Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran
ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."
2.
Tantangan
khusus
Tantangan khusus ini ditujukan kepada orang Arab, khususnya kepada
orang kafir Quraisy. Tantangan khusus ini ada dua yaitu:
a.
Tantangan
Kulli (keseluruhan), yaitu tantangan dengan seluruh Al-Qur’an meliputi
hukum, keindahan, atau keterangannya. Ini terdapat dalam surah Ath-Thur ayat
34. Dalam ayat ini orang-orang kafir diperintah untuk menciptakan satu bacaan
yang bisa menandingi Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
b.
Tantangan
Juz’i (sebagian), yaitu tantangan seperti mendatangkan satu surat saja
yang menyerupai surat-surat Al-Qur’an, sekalipun surat terpendek seperti surat
Al-Kautsar.[6]
Dalam hal ini, Rasulullah SAW telah meminta kepada orang Arab
menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan, yaitu: menantang kepada mereka untuk
membuat seperti Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 88.
Kedua, Nabi menantang mereka membuat sepuluh surat saja dari Al-Qur’an, seperti
dalam QS. Hud ayat 13. Dan yang ketiga, Nabi menantang mereka membuat sebuah
surat saja, dijelaskan dalam QS. Yunus ayat 38.[7]
E.
Cara
Memahami Mukjizatan
Kei’jazan
al-Qur’an dapat dilihat atau dipahami dari penuturnya, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an dibawa oleh Nabi yang ummi, tidak tahu baca tulis, tidak
pernah belajar di madrasah atau menggali ilmu pada salah satu perguruan tinggi.
Dia tidak pernah bertemu dengan seorangpun dari ulama Ahli Kitab (Yahudi dan
Nasrani) yang memungkinkan bisa menelaah mengenai kabar para nabi yang telah
lampau.
Al-Qur’an turun
diantara orang-orang Arab yang mahir dalam berbahasa dan membuat syair. Akan
tetapi, setelah ditantang oleh Rasulullah untuk menandingi Qur’an, mereka tidak
mampu melakukan hal itu. Meskipun hanya membuat satu ayat saja yang serupa
dengan al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an memang benar-benar wahyu
Allah yang disampaikan kepada seorang Nabi Muhammad yang sebelumnya tidak tahu
baca tulis dan tidak pernah belajar. Akan tetapi beliau mampu memikat hati
orang-orang dengan al-Qur’an.
F.
Tujuan
Adanya Mukjizat
Maksud dari
kemukjizatan Al-Qur’an bukan untuk semata-mata melemahkan manusia atau
menyadarkan mereka atas kelemahannya untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an. Akan
tetapi tujuan yang sebenarnya adalah:
1.
Menjelaskan
kebenaran al-Qur’an,
2.
Memperlihatkan
kebenaran kerasulan,
3.
Memperlihatakan
fungsi kenabian,
4.
Menunjukkan
kekeliruan orang-orang yang menantangnya,
5.
Menetapkan
bahwa mukjizat itu adalah wahyu dari Allah SWT.[8]
G.
Segi
Kemukjizatan Al-Qur’an
1.
Susunan
yang indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa orang-orang
Arab.
Dalam kitab Shahih
Muslim diceritakan bahwa Anis al-Ghifari, saudara Abu Dzar, datang kepada
Abu Dzar dan berkata: “Aku melihat seorang lelaki di Mekkah meremehkan agamamu.
Dia menyatakan bahwa Allah telah mengutusnya.” Katanya: “Apa kata orang?” Dia
menjawab: “Mereka bilang dia seorang penyair, tukang sihir, dan tenung.” Anis
adalah seorang ahli syair. Kemudian Anis berkata: “Sunggguh aku telah mendengar
kata penyihir, namun ucapannya bukanlah seperti ucapan mereka (penyihir), juga
aku bandingkan ucapannya itu dengan ucapan syair, namun tidak satupun bahasa
mereka yang mampu menandinginya. Demi Tuhan, sebenarnya mereka itu bohong. Sedangkan
dia adalah benar.”[9]
2.
Adanya
uslub yang unik, berbeda dengan semua uslub yang ada dalam bahasa Arab.
Al-Qur’an
memiliki uslub tersendiri, karena tidak dibuat manusia. Kalau saja ia merupakan
buatan manusia, tentu akan serupa dengan uslub-uslub bangsa Arab. Sebagaimana
telah difirmankan Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 82, yang artinya: “Maka
Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.”
Dalam
al-Qur’an, contohnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan)
yang disusun dalam bentuk yang sangat indah dan mempesona, jauh lebih indah
daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Salah satu contohnya
adalah QS. Al-Qoriah ayat 5 yang artinya: “dan gunung-gunung adalah seperti
bulu yang dihambur-hamburkan.”[10]
3.
Sifat
agung yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan hal yang
seperti itu.
Diriwayatkan bahwa
Ibnul Muqaffa’, seorang katib yang masyhur berniat ingin menandingi al-Qur’an.
Kemudian dia mendengar anak kecil membaca firman Allah, surah Hud ayat 44 yang
artinya: “dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan)
berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan[11]
dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi,[12]
dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim’ ."
Maka dia segera
memecahkan pena dan merobek kertas yang telah disiapkannya untuk membuat
al-Qur’an tandingan, sambil ia berkata: “Demi Allah, ini di luar jangkauan
kemampuan manusia untuk menandinginya”. Demikianlah, seorang sastrawan besar
gagal untuk membuat sebagian surah saja karena dia merasakan betapa hebat
al-Qur’an.[13]
4.
Bentuk
undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap undang-undang
buatan manusia.
Al-Qur’an
mengetengahkan pokok-pokok akidah, hukum-hukum ibadah, dasar-dasar keutamaan
dan etika, system ekonomi, politik, serta sosial kemasyarakatan.
Contohnya, jika
kita memandang luas pada pokok-pokok ibadah yang diwajibkan, maka akan kita
dapatkan bahwa Islam telah memperluas dan menjadikannya bermacam-macam dalam
beberapa bagian yang berbeda-beda. Di antaranya ada ibadah maliyah (zakat,
sedekah), ibadah badaniyah (shalat, puasa), ada juga ibadah maliyah sekaligus
ibadah badaniyah seperti jihad fisabilillah.[14]
5.
Mengabarkan
hal-hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
Hal ini
merupakan bukti bahwa al-Qur’an bukanlah kalam manusia, tetapi kalam Dzat yang
mengetahui perkara ghaib, yang tidak ada sesuatu yang samar bagi-Nya.
Di antara kabar
ghaib itu adalah bahwa al-Qur’an mengabarkan akan terjadinya perang antara Rum
dan Persi. Kekalahan di pihak Persi dan kemenangan di pihak Rum setelah mereka
pecah dalam peperangan terdahulu. Ini dijelaskan dalam surah Ar-Ruum ayat 1-5.[15]
6.
Tidak
bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
Al- Qur’an samasekali tidak bertentangan dengan
penemuan-penemuan baru yang didasarkan penelitian ilmiah. Ini telah di
isyaratkan dalam QS. Fushshilat ayat 53.
Contoh dalam
kehidupan sehari-hari yang menyatakan bahwa al-Qur’an tidak bertentangan dengan
ilmu-ilmu pengetahuan umum yaitu mengenai khasiat madu. Dari hasil penelitian
laboratorium di Amerika Serikat, dalam 100 gr madu terkandung zat glukosa 34%,
fruktosa 1,9%, sukrosa 40%. Zat gula glukosa dan fruktosa ini langsung diserap
usus tanpa proses lagi. Teori modern mengenai madu ini sesuai dengan ayat al-Qur’an
surah An-Nahl ayat 69.[16]
7.
Menepati
janji dan ancaman yang dikabarkan Al-Qur’an.
Al-Qur’an
selalu menepati janji dalam setiap apa yang telah dikabarkannya serta dalam
setiap janji Allah SWT kepada para hamba-Nya. Janji tersebut ada dua macam,
yaitu janji mutlak dan janji muqayyad.
Janji mutlak,
seperti janji Allah hendak menolong Rasul-Nya serta mengusir orang-orang yang
telah mengusir Rasulullah SAW dari kampung halamannya atau bahkan menolong kaum
mukminin dalam mengalahkan orang-orang kafir. Seperti dijelaskan dalam QS.
Al-Fath ayat 1-3.[17]
Adapun janji muqayyad
adalah janji yang masih disertai syarat. Seperti syarat takwa, sabar, tolong
menolong, dan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Muhammad ayat 7,
yang artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”[18]
8.
Adanya
ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Sesungguhnya
al-Qur’an telah datang dengan membawa berbagai ilmu pengetahuan serta
ajaran-ajaran yang komplek. Baik dalam soal akidah, ibadah maupun
perundang-undangan. Disamping itu, al-Qur’an juga membicarakan tentang
pendidikan, pengajaran, politik, ekonomi, filsafat dan ilmu kemasyarakatan.[19]
9.
Memenuhi
segala kebutuhan manusia.
Al-Qur’an
datang dengan membawa petunjuk-petunjuk yang amat luas dan sempurna sesuai
dengan kebutuhan manusia di segala tempat dan zaman. Al-Qur’an telah memberikan
petunjuk dan bimbingan dalam segala aspek kehidupan manusia.[20]
10.
Berpengaruh
kepada hati pengikut dan musuh.[21]
Pengaruh
al-Qur’an sangat mendalam dan menggetarkan hati para pengikut sekaligus
penentangnya. Sampai-sampai orang-orang musyrik suka keluar di tengah malam
untuk bisa mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang sedang dibaca oleh kaum
muslimin.
Bahkan diantara
mereka saling mengingatkan agar jangan mendengarkan ayat-ayat yang dibaca oleh
Rasulullah, supaya tidak terpesona dan tidak beriman kepadanya. Seperti telah
difirmankan Allah dalam QS. Fushshilat ayat 26 yang artinya: “dan
orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan
sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya
kamu dapat mengalahkan mereka.”[22]
H.
Hikmah
Mempelajari Mukjizat Al-Qur’an
1.
Menambah
keimanan
Dengan mempelajari kemukjizatan al-Qur’an, kita akan menjadi
semakin yakin terhadap kebenaran al-Qur’an yang dibawa dan disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW. Meyakini bahwa al-Qur’an adalah wahyu illahi yang
disampaikan melalui rasul-Nya.
2.
Menambah
khazanah wawasan keislaman
Mempelajari
al-Qur’an membuka wawasan keIslaman kita. Contohnya, kita dapat mengetahui
sejarah orang-orang terdahulu, seperti kisah Umar bin Khatab yang masuk Islam
karena mendengar bacaan ayat al-Qur’an.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat kita simpulkan bahwa:
Kemukjizatan
Al-Qur’an adalah suatu tanda kebesaran Allah yang ditunjukkan kepada manusia.
Bukan untuk menganggap manusia lemah, akan tetapi untuk menyadarkan kepada
mereka bahwa meraka tidak akan dapat mendatangkan yang semisal dengan
Al-Qur’an.
Ada lima unsur
yang menyertai mukjizat. Tahapan tantangan Al-Qur’an ada dua, yaitu tantangan
umum dan tantangan khusus. Tujuan kemukjizatan yang sebenarnya adalah untuk
menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang membawanya.
Segi
kemukjizatan al-qur’an dapat dilihat dari beberapa segi. Hikmah mempelajari
kemukjizatan al-Qur’an adalah untuk menambah keimanan serta wawasan keIslaman
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-Qur’an (cet 1). Bandung:
Pustaka Setia.
Ash-Shabuni, M. Ali. 2011. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis
(cet.1), terje-
mah M. Qodirun
Nur. Jakarta: Pustaka Amani.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad
Hasbi. 2013. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
(cet 3).
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Husin,
Al-Munawar Said Agil. 2003. Al-Qur’an
Membangun Tradisi Ke-
salehan Hakiki (cet.3). Jakarta: Ciputat Press.
Supiana. 2002. Ulumul
Qur’an (cet 1). Bandung: Pustaka Islamika.
[1]Rosihon
Anwar, Ulum Al-Qur’an, cet 1, (Bandung; Pustaka Setia, 2008), hlm. 184.
[2]Al-Munawar
Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, cet.3
(Jakarta; Ciputat Press, 2003), hlm. 30.
[3] Ibid.
[4]
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, hlm. 185-186.
[5]
Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
hlm. 32.
[6] M.
Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, cet.1, terjemah M.
Qodirun Nur (Jakarta; Pustaka Amani, 2011), hlm. 141-142.
[7]
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, cet 3,
(Semarang; Pustaka Rizki Putra, 2013), hlm. 294.
[8] M.
Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 138-139.
[9] Ibid.,
hlm. 160-161.
[10]
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, hlm. 194.
[11] Yakni: Allah telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan
orang-orang yang kafir kepada Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang
beriman.
[12] Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan
Mesopotamia.
[13] M.
Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 177-178.
[14] Ibid.,
hlm. 184.
[15] Ibid.,
hlm. 189.
[16]
Al-Munawar Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
hlm. 45.
[17] M.
Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 210
[18] Ibid.,
hlm. 213
[19] Ibid.,
hlm. 217.
[20] Ibid.,
hlm. 225
[21] Al-Munawar
Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,hlm. 32.
[22] M.
Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, hlm. 226
[23]
Supiana, Ulumul Qur’an, cet 1 (Bandung; Pustaka Islamika, 2002), hlm.225
[24] Dipahami dari ayat ini bahwa manusia banyak pula mengambil
pelajaran dari alam dan jangan segan-segan mengambil pelajaran dari yang lebih
rendah tingkatan pengetahuannya.